Kamis, 24 Mei 2018

GEOMORFOLOGI REGIONAL PULAU SULAWESI (THE GEOMORPHOLOGY OF SULAWESI)

Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula terjadinya serta perkembangan yang dating mencakup hubungan dengan kelingkungan (Verstappen, 1983). Bentanglahan merupakan bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomenanya yang mencakup, bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atribut yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983). Bentanglahan mengandung dua objek utama gegorafi yaitu bentangalam dan bentang budaya. Keduanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Bentangalam meliputi keadaan fisik dari permukaan bumi seperti aspek litosfer, pedosfer, hidrosfer, atmosfer dan biosfer yang mencakup flora dan fauna sedangkan bentang budaya meliputi aspek manusia dna perilakunya yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fenomena geosfer (Muta’ali et.al, 2014).
Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar 172.000 km2 , dan bila digabung dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya kira-kira 188.000 km 2 . Bentuknya menyerupai huruf k dengan empat cabang atau lengan yang sempit, dipisahkan oleh teluk-teluk yang dalam, dan menyatu di bagian tengah pulau. Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi daerah Sulawesi menjadi tujuh bagian, yaitu Lengan Utara, Lengan Timur, Kepulauan Banggai, Lengan Tenggara, Kepulauan Buton dan Pulau Tukang Besi, Lengan Selatan, dan Sulawesi Tengah. Secara fisiografis tersebut Kabupaten Bonehau berada di Sulawesi bagian tengah. Sulawesi Tengah merupakan pusat percabangan lenganlengan Sulawesi. Di sebelah timurlaut Sulawesi tengah dibatasi oleh garis baratlaut-tenggara dari Dongala melalui Parigi dan Lemoro sampai Teluk Tomori. Di sebelah tenggara dibatasi oleh garis baratdaya-timurlaut dari Majene melalui Palopo ke Dongi di Teluk Tomori. Pada peta geomorfologi lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993) daerah penelitian terletak di daerah pegunungan. Daerah pegunungan ini mendominasi peta lembar mamuju, hanya sebagian kecil yang berupa perbukitan bergelombang dan dataran rendah (Gambar 1.1).



Gambar 2.1
Peta geomorfologi lembar Mamuju (Ratman & Atmawinata, 1993)

i.                    Daerah Pegunungan
Morfologi ini menempati hampir dua pertiga luas daerah yang dipetakan, yaitu bagian tengah, utara, timurlaut, dan selatan. Daerah ini umumnya berlereng terjal dan curam, puncak bukitnya berkisar dari 800 sampai 3.000 mdpl. Pola aliran berkembang tidak mengikuti aliran tertentu, tetapi menyesuaikan keadaan tanah bawahnya. Di banyak tempat terdapat air terjun, yang menunjukkan ciri kemudaan daerah ini. Ciri lain berupa lembah yang sempit dan curam. Di sekitar Barupu dan Panggala, terdapat suatu morfologi berpola aliran memencar. Lereng bukit umumnya terjal dan membentuk ngarai.
ii.                  Daerah perbukitan bergelombang
Morfologi ini terdapat di bagian baratdaya Lembar, yaitu antara Teluk Lebani dan Teluk Mamuju. Tinggi perbukitan berkisar antara 500 sampai 600 m di atas permukaan laut. Daerah ini berpola saliran meranting.
iii.                Daerah Dataran Rendah
Dataran rendah menempati bagian barat lembar peta, yaitu sepanjang pantai mulai dari Kaluku sampai Babana (daerah S. Budongbudong). Morfologi ini terbentuk di daerah muara sunggai besar, yaitu S. Budongbudong, S. Lumu, S. Karama, dan S. Kaluku. Umumnya berpola aliran meranting (dendritik) dan beberapa sungai bermeander.

2.1           Kerangka Tektonik
Berdasarkan tektonostratigrafinya, Calvert membagi Sulawesi menjadi 5 provinsi tektonik (Gambar 1.2), yaitu Busur Magmatik Sulawesi Utara, Busur Plutono-Vulkanik Sulawesi Barat, Jalur Metamorf Sulawesi Tengah, Ofiolit Sulawesi Timur, dan fragmen-fragmen mikrokontinen.

Gambar 2.2

Tektono-stratigrafi Sulawesi (Calvert & Hall 2003)

Sumber :
Bemmelen, R.W. van, 1949. Edisi Tahun 1970. The Geology of Indonesia. Martinus Nijhoff The Hague.
Calvert, S. J. & Hall, R., 2003, The Cenozoic Geology Of The Lariang And Karama Regions, Western Sulawesi: New Insight Into The Evolution Of The Makassar Straits Region, Proceeding 29th, Indonesian Petroleum Association.
Muta’ali, Lutfi., Santosa, Langgeng Wahyu. 2014. Bentang Alam dan Bentang Budaya (Panduan Kuliah Kerja Lapangan Pengenalan Bentanglahan). Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 
Ratman N. & Atmawinata, S., 1993, Peta Geologi Lembar Mamuju, Skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Verstappen, H.Th. 1983. Applied Geomorphology : Geomorphological Surveys for Environmental Development. Elsevier : Amsterdam
Vink A.P.A. 1983. Landscape Ecology and Land Use. Longman :London and New York.

Selasa, 22 Mei 2018

VALUASI EKONOMI DAN DAMPAK TELAGA WARNA-PENGILON DAERAH DIENG

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan alam yang tinggi, tidak hanya flora-fauna tetapi bentang alam dan keanekaragaman budaya yang menyebabkan Indonesia memegang peranan penting dalam dunia kepariwisataan. Dewasa ini magnet wisata lebih mengarah kepada kegiatan wisata alam yang menjadikan pendukung untuk penyelenggaraan wisata di Indonesia. Sektor pariwisata Indonesia dewasa ini semakin mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program Visit Indonesia sejak tahun 2009 oleh Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan RI. Kegiatan kepariwisataan ini harapannya dapat memberikan efek posotif terhadap perekonomian Indonesia.

KONDISI GEOPOLITIK ASIA

Geopolitik dan geostrategi secara umum adalah tentang bagaimana suatu daerah atau Negara mempertahankan eksistensi wilayahnya dengan memanfaatkan kondisi geografis yang ada serta sumberdaya  baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang ada didalamnya (Flint, 2006). Asia yang merupakan benua terbesar dari lima benua yang ada hingga saat ini telah berhasil mempertahankan eksistensi wilayah nya serta mengatasi berbagai permasalahan, salah satu nya adalah dalam aspek demografi. Kondisi demografi  merupakan salah satu kekuatan Asia di mata internasional, baik dalam segi kuantitas sumberdaya manusiadalam pontesinya sebagai asset kemiliteran, maupun sumberdaya manusia dengan kualitas yang baik dalam menentukan produktivitas suatu Negara.

Senin, 21 Mei 2018

Erupsi Merapi, Permasalahan Evakuasi, dan Kesiapan Penduduk

Gambar 1. Erupsi Merapi Mei 2018
            Mendengar kata Merapi maka hal yang terlintas adalah erupsi gunung berapi tersebut di tahun 2010 yang menjadi salah satu bencana terbesar di DIY-Jawa Tengah. Terhitung sejak tahun 2010, maka tahun 2018 adalah 8 tahun Merapi mengalami masa dorman dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda untuk erupsi yang selanjutnya. Periode dorman Merapi adalah 2-7 tahun dengan masa dorman yang semakin lama maka semakin besar intensitas erupsinya, sehingga erupsi Merapi yang selanjutnya bisa sama seperti tahun 2010 atau bahkan lebih besar dari tahun 2010. Awal Mei 2018, Merapi mulai sudah mulai menunjukkan tanda-tanda keaktifannya kembali, hingga per-21 Mei 2018 status normal nya ditingkatkan oleh BPPTKG Yogyakarta. Pertanyaannya adalah apakah masyarakat sudah siap untuk menyambut kembali kehadiran Merapi atau justru masih terlena.

Kamis, 05 Mei 2016

LoL


“Love or (and) Leave”


You will never know in which way love will come to you, not a single bit. Love knows no places, no circumstance, no ages gape, and nobody. However, Yonghee was not a fan of the true love idea. For her, life would be peaceful without anything related to love. She hated nothing, loved nothing and just living her life positively. However, she’s also a teenage girl who craved for someone to actually care for her. Yet, the one she wished for hadn’t come till now. Little did she knew, that her destiny would change that day.

Rabu, 04 Mei 2016

PRA KKL 1 : PARANGTRITIS SEJUTA MISTIS



            Kegiatan KKL 1 yang menjadi ciri khas bagi mahasiswa fakultas Geografi UGM untuk pertama kalinya di tahun 2016 ini menyelenggarakan kegiatan pra KKL 1. Pada kegiatan ini, seluruh mahasiswa peserta KKL 1 dibagi menjadi beberapa kelompok dan ditugaskan untuk mengobservasi daerah kajian yang berbeda-beda di Yogyakarta dan sekitarnya. Observasi ini banyak melibatkan keaktifan mahasiswa dan hanya didukung oleh seorang dosen pembimbing. Kelompok C1 merupakan kelompok yang bertugas di daerah Parangtritis, dimana kami menemukan berbagai fenomena dan keindahan Parangtritis yang dibalut oleh nuansa mistis yang sangat kental.

Nyi Roro Kidul Bukanlah Tersangka Kasus Hilangnya Wisatawan




                Pantai parangtritis memang sudah sejak lama menjadi pantai dengan nama yang tersohor di Pulau Jawa khususnya di Yogyakarta. Pantai ini menjadi ikon utama dari laut selatan Jawa dan selalu dikaitkan dengan mitos atau kepercayaan mengenai nyi Roro Kidul. Pantai yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat ini memiliki satu kepercayaan yang tersohor, yakni “dilarang menggunakan baju hijau di pantai”. Apabila ada seseorang memakai baju berwarna hijau saat pergi ke pantai Parangtritis maka akan dibawa oleh Nyi Roro Kidul, karena konon, ratu pantai selatan ini menyukai hal-hal yang berhubungan dengan warna hijau. Kepercayaan tersebut telah mengakar kuat hingga sekarang, apalagi ditambah dengan kasus menghilangnya sejumlah wisatawan yang terseret gelombang.
            Kenyataannya, mitos tersebut sebenarnya dapat dijelaskan secara ilmiah dan semata-mata hanya salah satu dari fenomena alam dan bukanlah hasil dari kekuatan gaib atau semacamnya.

Sabtu, 30 April 2016

PARANGTRITIS TIDAK SEDANG BAIK-BAIK SAJA






            Parangtritis, siapa yang tidak mengenal nama tersebut? sebuah pantai yang namanya sudah tidak asing lagi di masyarakat Indonesia bahkan mancanegara. Berbagai keindahan dan keunikan serta kesan-kesan mistisnya yang tidak ditemukan di pantai lain menjadikan pantai ini begitu dikenal sebagai ikon dari laut selatan pulau Jawa. Tak hanya pantai nya saja yang indah dan mempesona, tapi juga daerah sekitarnya menyimpan berbagai keajaiban alam yang menjadi tempat-tempat wisata yang juga menjadi andalan daerah Parangtritis. Namun, dibalik tersohornya nama Parangtritis, pernahkan anda membayangkan bagaimana keadaan di daerah yang bersangkutan tersebut? disnilah tim para Goegraf Indonesia melakukan sedikit perjalanan pada 23 April 2016 lalu, dengan tujuan menguak bagaiamana keadaan Parangtritis yang sedang tidak baik-baik saja.

Kamis, 28 April 2016

CONTOH REVIEW JOURNAL


PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR BUNGUS
 TELUK KABUNG, SUMATRA BARAT
TAHUN 2003-2013
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(Yulius, T. A. Tanto, M. Ramdhan, A. Putra, dan H.L. Salim)

Journal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Vol.6 , No.2 , Hal. 311-318
Tahun 2014, Desember.
Direview oleh : Farida Prasasti D.R (15/380996/GE/08053)

           
            Kemajuan teknologi yang semakin pesat, berdampak pada pembangunan yang semakin intens dilakukan di berbagai tempat. Peningkatan pembangunan tersebut lebih spesifik pada pembangunan daerah pemukiman. Dampak dari maraknya pembangunan tersebut tentu saja akan berakhir pada perubahan tata guna lahan dan rusaknya sumberdaya alam. Perubahan tutupan lahan banyak terjadi karenanya di Indonesia yang mana salah satunya terjadi di daerah pesisir Bungus Teluk Kabung Sumatera Barat dimana penulis journal memutuskan untuk menjadikan daerah tersebut sebagai daerah penelitian.

CONTOH ESSAY


Degradasi Daerah Resapan Air di Wilayah UGM dan Sekitarnya
Farida Prasasti D.R
(dibuat dalam rangka mengikuti seleksi Geography Study Club)


                Bulan November di tahun 2015 ini menjadi awal memasuki musim hujan di Indonesia, khususnya wilayah Yogyakarta.  Banyak hal yang perlu diwaspadai pada bulan ini, selain karena merupakan musim pancaroba yang rawan akan penyakit, juga perubahan alam pun patut diwaspadai. Salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah genangan air yang cukup tinggi atau bisa disebut banjir mendadak di sepanjang jalan kaliurang, menuju perempatan Fakultas Teknik UGM, dan perempatan Kaliurang sendiri. Kondisi jalan yang tidak proporsional membuat nya tergenang air setinggi kurang-lebih 10 cm setiap kali hujan deras turun. Banjir mendadak tersebut seolah telah mengalihfungsikan badan jalan sebagai aliran selokan mataram. Penyebab dari semua itu memang salah satunya adalah topografi nya, tapi apabila ditelaah lebih jauh, ada hal lain yang menjadi penyebab dari masalah tersebut. Hal lain tersebut adalah kurangnya daerah resapan air di wilayah UGM dan Kaliurang.