Rabu, 04 Mei 2016

PRA KKL 1 : PARANGTRITIS SEJUTA MISTIS



            Kegiatan KKL 1 yang menjadi ciri khas bagi mahasiswa fakultas Geografi UGM untuk pertama kalinya di tahun 2016 ini menyelenggarakan kegiatan pra KKL 1. Pada kegiatan ini, seluruh mahasiswa peserta KKL 1 dibagi menjadi beberapa kelompok dan ditugaskan untuk mengobservasi daerah kajian yang berbeda-beda di Yogyakarta dan sekitarnya. Observasi ini banyak melibatkan keaktifan mahasiswa dan hanya didukung oleh seorang dosen pembimbing. Kelompok C1 merupakan kelompok yang bertugas di daerah Parangtritis, dimana kami menemukan berbagai fenomena dan keindahan Parangtritis yang dibalut oleh nuansa mistis yang sangat kental.

            Observasi di daerah Parangtritis mencakup 6 stopsite yang merupakan tempat wisata utama di Parangtritis. Pada setiap stopsite kami mengamati dan menganalisa aspek fisik dan budaya dari daerah yang bersangkutan. Stopsite pertama yang kami kunjungi adalah makam syekh Belabelu yang berada di atas bukit berbatu hasil dari intrusi batuan beku akibat aktivitas vulkanik pada zaman tersier. Syekh Belabelu merupakan salah satu penyebar agam Islam di daerah selatan Yogya bersama dengan Syekh Maulana Ibrahim. Makam ini hingga sekarang sering dijadikan sebagai tempat ziarah yang dikeramatkan dan selalu ramai dikunjungi setiap jumat kliwon dan bulan syura. Keadaan masyarakat disekitar makam tersebut mayoritas merupakan orang yang telah berumur dan berumah tangga, sementara para pemuda nya banyak yang merantau ke luar kota atau Provinsi. Mereka banyak menggantungkan pendapatan sehari-hari mereka pada sector pariwisata meski sebagian warganya juga ada yang berprofesi sebagai petani.
            Stopsite kedua yang kami kunjungi adalah sumber air panas Parangwedang yang berada tak jauh, kira-kira 100 m di selatan makam syekh Bela-belu dan berada tepat di dasar lereng cliff Baturagung dan formasi nglanggeran. Pada pemandian sumber air panas ini bahkan ada dua buah kamar mandi air panas yang tidak dibuka untuk umum karena merupakan tempat yang menjadi pemandian keluarga keraton. Sumber air panas ini muncul juga karena hasil samping dari aktivitas magmatic purba kala oligosen yang energy panasnya(magma) merambat menembus batuan beku dan memanaskan airtanah yang tepat berada di atasnya. Namun, terdapat isu menarik dari sumber air panas ini, yakni penyusutan airpanas yang keluar dari sumber. Hingga saat ini, telah ada dua kamar pemandian yang ditutup karena saat dipompa, air yang keluar bukanlah air panas, melainkan air dingin biasa.

            Selanjutnya, berada beberapa ratus meter kearah barat dari Parangwedang, kami mengunjungi watu gilang atau Cepuri yang menyimpan kisah mistis dari keraton Yogyakarta dan ikon laut selatan, nyi Roro Kidul. Konon, batu ini merupakan tempat bertemunya panembahan senopati dengan nyi roro Kidul untuk meminta kelancaran dalam membangun sebuah kerajaan. Secara ilmiah, batu ini merupakan lava flow, yakni ekstruksi lava bersifat aliran hasil dari aktivitas vulkanik pada kala oligosen akhir hingga miosen awal. Pada watu gilang, terdapat juru kunci yang merupakan salah satu dari 40 juru kunci yang tersebar di seluruh daerah yang dianggap mistis di wilayah Yogyakarta oleh Keraton.

            Selanjutnya, kami mengunjungi ikon utama dari daerah Parangtritis, yaitu pantai Parangtritis itu sendiri. Pantai ini memiliki gelombang yang besar karena berbatasan langsung dengan samudera Hindia. Beberapa kali pernah terjadi kasus wisatawan yang terseret ombak ke laut dan hilang, hal ini banyak disangkutpautkan dengan mitos tentang nyi roro kidul serta larangan berbaju hijau di pantai. Padahal, penjelasan secara ilmiah nya, hal itu terjadi karena pantai ini memiliki tipe arus Rip Current, yang dapat membawa material dari pantai ke laut lepas dengan kekuatan besar. Rip Current muncul akibat pertemuan dua gelombang yang saling bertabrakan di tepi pantai. Sementara hilangnya wisatawan dikarenakan tak jauh dari tepi pantai, kira-kira 1 km, terdapat bagian sesar yang dalam dan merupakan tempat sedimentasi material yang terbawa ombak. Kemudian, mitos mengenai larangan berbaju hijau adalah dikarenakan air laut ditepi pantai dominan berwarna kehijauan, sehingga apabila wisatawan terseret, maka keberadaannya akan tersamarkan ditengah deburan ombak dan air laut dan tidak langsung disadari oleh orang lain. Terlepas dari kisah mistis yang mengakar kuat di pantai tersebut, Parangtritis tidak dapat dipungkiri keindahannya,

            Stopsite selanjutnya yang kami kunjungi adalah cliff batu gamping tak jauh dari pantai Parangtritis. Medan menuju cliff memang sangat berbahaya dengan turunan serta tanjakan yang curam, namun sesampainya kami diatas cliff yang berhubungan langsung dengan pantai tersebut, semua perjuangan kami seolah tidak ada artinya dibandingkan dengan suguhan panorama sunset yang luar biasa indah dilihat dari atas cliff. Cliff yang kami datangi ini sering dijadikan sebagai lokasi untuk paralayang. Keadaan social budayanya tidak terlihat karena daerah pemukiman baru mulai ada di daerah yang relative datar di lereng bawah cliff.

            Selanjutnya, destinasi terakhir kami di daerah Parangtritis adalah wilayah gumuk pasir. Wilayah ini baru saja dibuka menjadi objek wisata sejak setahun yang lalu, berdasarkan wawancara yang kami lakukan pada salah satu pengelola gumuk pasir. Organisasi pemuda di desa tempat gumuk pasir itu berada adalah yang bertanggung jawab dalam memanajemen dan mengelola gumuk pasir tersebut. Pada wilayah gumuk ini kami menemukan berbagai isu-isu menarik yang terjadi didalamnya, yaitu mengenai kesalahan dalam pengambilan kebijakan oleh mentri kehutanan saat menghijaukan wilayah gumuk, penambangan pasir liar oleh warga sekitar, pendataran badan gumuk yang seharusnya berpola bulan sabit (barchans) serta tambak liar yang mengalirkan limbahnya langsung ke pantai dan mengganggu ekologi lingkungan disekitarnya. Semua observasi yang kami lakukan ini memang belum masuk penelitian skala besar. Namun,. Apabila mahasiswa tidak ada yang peduli terhadap kekayaan budaya dan wisata negeri nya, lantas siapa lagi yang akan melestarikan dan memajukan Indonesia di masa mendatang?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar