Degradasi Daerah Resapan Air di Wilayah
UGM dan Sekitarnya
Farida
Prasasti D.R
(dibuat dalam rangka mengikuti seleksi Geography Study Club)
Bulan November di tahun
2015 ini menjadi awal memasuki musim hujan di Indonesia, khususnya wilayah
Yogyakarta. Banyak hal yang perlu
diwaspadai pada bulan ini, selain karena merupakan musim pancaroba yang rawan
akan penyakit, juga perubahan alam pun patut diwaspadai. Salah satu hal yang
perlu diwaspadai adalah genangan air yang cukup tinggi atau bisa disebut banjir
mendadak di sepanjang jalan kaliurang, menuju perempatan Fakultas Teknik UGM,
dan perempatan Kaliurang sendiri. Kondisi jalan yang tidak proporsional membuat
nya tergenang air setinggi kurang-lebih 10 cm setiap kali hujan deras turun.
Banjir mendadak tersebut seolah telah mengalihfungsikan badan jalan sebagai aliran
selokan mataram. Penyebab dari semua itu memang salah satunya adalah topografi
nya, tapi apabila ditelaah lebih jauh, ada hal lain yang menjadi penyebab dari
masalah tersebut. Hal lain tersebut adalah kurangnya daerah resapan air di
wilayah UGM dan Kaliurang.
Kembali ke tahun saat UGM didirikan,
hanya terdapat 6 fakultas yang ada di UGM, dan sekarang sudah terdapat 18
fakultas dengan 2 sekolah, yaitu sekolah vokasi dan pascasarjana (Sutaryo,
2008). Apabila kita bandingkan, maka tentu saja luas daerah kosong yang menjadi
resapan air dulu dan sekarang telah jauh berkurang seiring dengan gencarnya
pembangunan di sana-sini. Sekarang, jika kita berkeliling wilayah UGM dari
ujung ke ujung, sebagian besar wilayahnya telah dibangun gedung-gedung fakultas
dan fasilitas kampus, sebagiannya lagi tertutup paving block atau sejenisnya.
Hanya sedikit dari wilayah UGM yang masih bebas pembangunan dan penutupan
lahan. Keberadaan hutan kecil di sekitar balairung dan fakultas biologi UGM,
menjadi satu-satu nya titik hijau di wilayah UGM. Sementara pada daerah
Kaliurang sekitar UGM sendiri, yakni dari km 4,5 ke utara, sudah bisa
dipastikan tidak ada lagi green spot yang tersisa. Jejeran pertokoan, mall,
minimarket hingga supermarket, serta pemukiman menjadi pemandangan yang tersaji
di sepanjang jalan kaliurang. Jika sudah begitu, maka merupakan hal yang tidak
perlu diherankan lagi apabila saat memasuki musim penghujan, badan jalan
beralihfungsi menjadi aliran selokan mataram.
Keberadaan daerah resapan air merupakan
hal yang seharusnya tersedia pada setiap wilayah. Apabila daerah resapan air yang
ada tidak sesuai atau kurang, maka akan berdampak pada wilayah disekitarnya.
Daerah resapan air berfungsi sebagai tempat infiltrasi air hujan kedalam tanah
untuk nantinya menjadi persediaan sumber mata air (Ida Narulita et al, 2007).
Berkurangnya daerah resapan air selain membuat fenomena banjir “mendadak” di
beberapa titik saat musim hujan, juga
menyebabkan kekeringan dan kekurangan air disaat musim kemarau akibat
berkurangnya sumber mata air tanah. Sayangnya, kebanyakan orang justru tidak
pernah berfikir atau menyadari hal tersebut.
Daerah resapan air selama ini selalu
identik dengan daerah yang merupakan lapangan tanah kosong. Sehingga kebanyakan
orang justru merasa keberatan karena menghindari jalan “becek” disaat hujan
atau merasa itu hal yang tidak mungkin untuk disediakan di daerah perkotaan
pada saat ini. Padahal, daerah resapan air juga bisa berupa tanah yang
ditumbuhi rumput atau pepohonan. Hal fatal yang sedang terjadi saat ini adalah
bahwa banyak orang berfikir bahwa taman atau tempat kosong yang dilapisi paving
block atau sejenisnya akan terlihat lebih rapi daripada dibiarkan kosong.
Padahal, apabila lahan kosong yang ada tidak di lapisi paving block, melainkan
ditanami oleh rerumputan, pepohonan kecil dan tanaman berbunga lainnya, hal itu
akan menjadi multi manfaat bagi kehidupan umat manusia. Manfaat yang pertama
adalah lahan tersebut bisa dijadikan sebagai daerah resapan air. Kemudian ada
juga manfaat yaitu untuk memperindah tempat daripada hanya berupa lahan kosong
berlapis paving block.
Namun, ada juga manfaat yang banyak orang justru
tidak menyadari hal itu. Apabila taman atau lahan kosong sesempit apapun itu
ditanami rumput atau tanaman lain, hal itu bisa membantu pengurangan pencemaran
udara. Produksi O2 oleh tanaman ditentukan oleh luas permukaan daun
yang berfotosintesis. Tanpa kita sadari lahan kosong seluas 1m2 yang
ditanami rerumputan, mampu menghasilkan O2 dengan besar yang sama
oleh 1 pohon. Hal itu disebabkan luas permukaan daun untuk fotosintesisnya
sama. Rumput dapat memperbaiki sifat
kimia dan fisik tanah, mencegah terjadinya erosi tanah. Erosi terjadi karena adanya
air dipermukaan tanah. Jika permukaan tanah dalam keadaan gundul maka air tersebut
akan diteruskan mengalir kearah permukaan tanah yang lebih rendah dengan
disertai pengikisan tanah. Namun jika permukaan tanah tersebut terdapat rumput maka
air akan masuk lewat perakaran rumput dan tersimpan didalam tanah, kalaupun ada
aliran air, air tersebut berasal dari hasil resapan dalam tanah sehingga proses
erosi tanah kecil. Jadi, selain menjadi daerah resapan
air, lahan berumput juga mampu menjadi pasokan O2 yang menjanjikan
(Afrizal, 2014).
Melihat realita saat ini di wilayah
UGM dan sekitarnya, daerah yang kosong justru kebanyakan dilapisi oleh paving
block dan sejenisnya. Tidak banyak orang yang memikirkan keberadaan daerah resapan air yang minim dan
memprihatinkan saat ini. Padahal, masalah-masalah yang terjadi karena kurangnya
daerah resapan air, sudah dan secara kontinu terjadi di wilayah UGM dan
sekitarnya. Apabila keadaan ini terus dibiarkan, dengan kata lain, tidak ada
yang mempedulikan akan porsi daerah resapan air yang seharusnya dipenuhi di
wilayah UGM dan sekitarnya, maka masalah kekurangan air saat kemarau serta
beralih fungsinya badan jalan Kaliurang menjadi aliran selokan mataram akan
terus berlanjut. Bahkan bisa jadi masalah baru akan muncul karenanya.
Daftar
Pustaka
Afrizal dan Iwan. 2014.
http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wpcontent/uploads/2014/04/V1N2379-389.pdf
. diakses pada 13 November 2015
Narulita, ida, et al.
2007. https://books.google.co.id/books?id=OUGkUNg4y3IC&pg=PT14&dq=resapan+air+tanah&hl=en&sa=X&ved=0CCAQ6AEwAWoVChMIrMus4I2MyQIV0QmOCh29SwRY#v=onepage&q=resapan%20air%20tanah&f=false.
Diakses pada 13 November 2015.
Sutaryo; Suratman Woro.
2008. ” Sejarah Lahirnya Universitas
Perjuangan Universitas Gadjah Mada”: Senat Akademik UGM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar