Kamis, 21 April 2016

DILEMA KONSERVASI DAN PEMBANGUNAN : “PENAMBANGAN PASIR DI MERAPI”



            Penambangan pasir didaerah Merapi, khususnya daerah Cangkringan memang sudah ada sejak lama. Hal itu bahkan memang dianjurkan pemerintah sebelumnya karena banyak material piroklastik gunung Merapi yang menyumbat sungai dibagian hulu Merapi. Penambangan pasir di daerah ini banyak digunakan sebagai sumber utama bahan bangunan di daerah Jogja dan sekitarnya, seperti Solo dan Semarang. Namun, seiring waktu berjalan, penambangan yang terjadi mulai tidak beraturan dan banyak menjadi pro dan kontra. Banyak masyrakat yang berpendapat bahwa penambangan di Merapi boleh dan harus tetap dijalankan serta ada juga pihak yang kontra bahwa penambangan pasir di Merapi harus dihentikan.


penambangan pasir di badan sungai Merapi

DAM di daerah Merapi karena pengaruh penambangan pasir

            Alasan untuk penambangan pasir di daerah Cangkringan, Merapi, terus dilanjutkan adalah bahwa apabila penambangan di daerah tersebut dihentikan, maka hal itu akan berdampak pada proses pembangunan di daerah Jogja dan sekitarnya. Seperti yang dilansir oleh BBC Indonesia (10/06/15), bahwa hasil dari penambangan tersebut dijual tidak hanya di daerah Jogja namun juga hingga ke daerah luar Jogja, seperti Pati, Solo dan Semarang. Selain dari itu, penambangan pasir di Merapi telah menjadi mata pencaharian dan sumber ekonomi masyarakatnya, sehingga membuat pemerintah sulit untuk mengeluarkan keputusan pemberhentian penambangan.

Penduduk yang sedang menambang pasir di daerah Cangkringan

            Meskipun demikian, di sisi lain ternyata, daerah Cangkringan, Merapi, merupakan daerah konservasi yang seharusnya dilindungi dan bebas dari campur tangan manusia. Adanya penambangan pasir didaerah tersebut secara tidak langsung telah menyalahi aturan dari penetapan daerah konservasi itu sendiri. Penambangan yang dilakukan tentu saja akan mengganggu salah satu ekosistem yang ada di wilayah tersebut dan juga merusak lingkungan. Selain itu penambangan besar-besaran juga akan berdampak pada lahannya, karena pada dasarnya, perkembangan alam akan menuruti aturan geometrik sementara manusia sendiri berdasarkan aturan aritmatika. Sehingga suatu saat, tidak menutup kemungkinan, material yang ditambang akan habis. Pemerintah dianggap terlalu lembek dalam mengatasi masalah yang ada dengan dalih untuk menyelamatkan mata pencaharian masyarakat. Padahal, pemerintah seharusnya tidak memanjakan masyarakat, dimana hal itu justru berujung pada penyalahgunaan lahan dan lemahnya peraturan perundang-undangan. Mata pencaharian masyarakat bisa diubah dengan pembukaan lapangan kerja yang baru.

Kenampakan lereng Merapi sebagai wilayah konservasi

Banyaknya perbedaan pendapat mengenai penambangan pasir di daerah Cangkringan, Merapi, menimbulkan dilema antara pemberhentian penambangan atau terus dilanjutkannya penambangan. Padahal, apabila kita telaah lebih jauh, masalah itu tidak semudah yang dilihat. Pada dasarnya, penambangan pasir didaerah Merapi bukanlah sebuah masalah. Penambangan itu justru harus dilakukan karena material vulkanik gunung Merapi yang menyumbat badan sungai di daerah hulu harus dibersihkan. Apabila dibiarkan, maka badan sungai akan menyempit dan ketika Merapi meletus, badan sungai tidak mampu memuat aliran lahar dingin sehingga bencana banjir lahan pun akan terjadi.

banjir lahar dingin Merapi 2010

 Timbulnya permasalahan penambangan pasir adalah karena adanya penambangan liar yang terjadi. Penambangan yang seharusnya dilakukan oleh pihak masyarakat, justru akhirnya dimanfaatkan oleh pihak swasta yang kemudian menggunakan berbagai alat berat untuk mengeruk pasir nya. Sebelumnya pemerintah melegalkan penambangan hanya dibadan sungai, namun faktanya saat ini penambangan telah merambah ke lahan warga yang seharusnya tidak diizinkan. Pihak swasta bahkan membeli lahan warga dan mengeruk pasir di bantaran sungainya dengan alasan untuk membuat jalur transportasi, padahal yang diincar sesungguhnya adalah material pasir hasil pengerukan. Bahkan harga dari bukit yang dikeruk tersebut mencapai 1 milyar, seperti yang dilansir oleh Tribunnews (06/04/15).
Pengambilan pasir
Image captiopenambangan yang sudah menggunakan alat berat dan tidak lagi di badan sungai melainkan di lahan warg dan tebing atau bantaran sungai
himbauan dari pemerintah setempat yang ibarat angin lalu, seperti baliho kampanye politik yang hanya akan dilirik sebentar oleh penduduk
Penambangan liar yang dilakukan di lahan milik warga dan tebing sungai tersebut akhirnya yang menjadi masalah bagi banyak pihak. Salah satunya adalah warga di daerah Pakem yang kekurangan air bersih. Hal itu di klaim warga karena penambangan pasir di kali Boyong tidak hanya pada badan sungai tapi juga pada tebing sungai yang mengakibatkan pipa-pipa saluran air mereka pun turut terkeruk, seperti yang diungkap salah satu warga pada Harianjogja.com (08/05/15).
Terlepas dari berbagai permasalahan yang muncul akibat penambangan di daerah Cangkringan, Merapi, permasalahan serupa juga terjadi di daerah Parangtritis. Belum lama ini terdapat berita mengenai penambangan pasir di gumuk pasir Parangtritis. Penambangan ini memang belum sebesar di daerah Merapi, namun penambangan ini menjadi masalah yang serius karena lokasi yang ditambang merupakan wilayah gumuk pasir. Ironisnya, justru banyak orang yang bertanya-tanya kenapa penambangan di wilayah tersebut menjadi masalah, bahkan hingga kalangan mahasiswa yang notabene individu intelektual ada yang berkata “lalu kenapa kalau gumuk pasir ditambang? Emang ada pengaruhnya? Kan Cuma gumuk pasir”. Pada umumnya orang tidak mengerti arti dari keberadaan gumuk pasir. Contoh dari reaksi mahasiswa diatas bisa menjadi acuan akan bagaimana reaksi masyarakat yang mayoritas bukan termasuk kaum intelektual.
gumuk pasir di Parangtritis dan Parangkusumo sering menjadi tempat wisata andalan

gumuk pasir Parangtritis dan Parangkusumo yang "ajaibnya" terbentuk meski di daerah tropis

aktivitas penambangan gumuk pasir di Parangtritis dan Parangkusumo mulai terlihat

Gumuk pasir memang hanya terlihat sebagai gundukan pasir biasa, namun sesungguhnya gumuk pasir  merupakan warisan alam yang sangat berharga dan patut dilestarikan apalagi di Indonesia yang dasarnya merupakan wilayah tropis. Gumuk pasir merupakan salah satu bentangalam akibat proses angin yang biasanya terbentuk di wilayah gurun, dimana wilayah tersebut memiliki material pasir dalam jumlah besar dan angin yang maksimal. Namun, kenampakan tersebut ternyata ada juga di wilayah tropis seperti Indonesia, yakni yang paling terkenal ada di Parangtritis. Gumuk pasir di daerah Parangtritis terbentuk sejak ratusan bahkan mungkin ribuan tahun yang lalu karena pantai di sana memiliki material pasir yang cukup banyak dari piroklastik Merapi, dan juga intensitas angin yang tinggi di Parangtritis  karena berada di daerah selatan pulau Jawa yang terpengaruhi oleh angin monsoon tenggara. Namun, pembentukan gumuk pasir ini sudah mulai tidak berkembang karena penanaman vegetasi yang membuat angin tidak maksimal bertiup. Apabila gumuk pasir ini ditambang dan habis, maka Indonesia akan kehilangan salah satu keunikan alam yang sebenarnya tidak lazim terbentuk di wilayah tropis. Dikhawatirkan, apabila penambangan pasir di daerah Merapi dihentikan, maka penambangan akan berganti  ke wilayah gumuk pasir di Parangtritis.

kebijakan penghijauan wilayah gumuk pasir yang salah karena justru menjadi penghalang gumuk pasir untuk berkembang akibat tertahannya angin oleh vegetasi


Melihat berbagai fakta dan pertimbangan diatas, maka penulis disini dapat menyimpulkan suatu solusi dari dilema yang ada. Penambangan di daerah Cangkringan, Merapi, seharusnya terus dilakukan, karena itu merupakan mata pencaharian warga, dan meskipun daerah tersebut merupakan wilayah konservasi, penambangan ditujukan untuk menghindari penyempitan badan sungai yang berakibar banjir oleh adanya material vulkanik dari letusan gunung Merapi. Selain itu, untuk menghindari adanya penambangan di lokasi lain yang tidak seharusnya, seperti contoh di wilayah gumuk pasir Parangtritis. Namun, pemerintah juga diharapkan untuk memberikan regulasi yang tegas, dengan melarang penggunaan alat berat, campur tangan swasta, penambangan liar di daerah bukan badan sungai seperti di lahan warga dan juga tebing sungai. Tidak lupa juga, masyarakat seharusnya ikut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan, karena tanpa partisipasi masyarakat, kebijakan yang diberikan tidak akan terlaksana dengan baik. Sekian yang bisa penulis sampaikan 

4 komentar:

  1. Coba nggak ada background nya
    Alias Polos..
    Pasti lebih nyaman ngebacanya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih saran nya^^ kemarin ada kesalahan teknis yang membuat saya mengambil background secara acak, hehe. belum sempat di edit kembali

      Hapus